Menulis feature jurnalistik untuk lomba seperti FLS3N membutuhkan lebih dari sekadar kemampuan bercerita. Siswa terutama yang masih berada di tahap jurnalistik pemula perlu memahami bahwa feature adalah perpaduan antara fakta, emosi, dan narasi yang hidup. Tulisan harus tetap akurat seperti berita, namun kaya detail seperti karya sastra. Untuk membantu kamu tampil menonjol di mata juri, berikut lima cara paling efektif, lengkap dengan contoh yang bisa langsung diterapkan.
1. Pahami dan Ikuti Aturan Lomba dengan Teliti
Kesalahan paling fatal namun paling sering dilakukan peserta adalah tidak membaca aturan lomba secara saksama. Banyak yang gagal hanya karena salah memahami bentuk tulisan atau tema yang diminta. Misalnya ketika panitia meminta tulisan feature jurnalistik, beberapa peserta malah mengirim hard news atau review.
Bahkan kesalahan sederhana seperti salah memilih tokoh juga bisa membuat skor merosot. Jika tema menuntut sosok berdedikasi di bidang seni, maka kamu tidak bisa menulis tentang atlet berprestasi.
Contoh kasus yang benar:
Tema: “Sosok yang berdedikasi mengembangkan seni budaya daerah.”
Penulisan yang tepat: Mengangkat kisah seorang pelatih tari tradisional yang mempertahankan budaya melalui sanggar kecil di desanya.
Penulisan yang salah: Menulis atlet silat berprestasi atau penyanyi pop yang sedang naik daun.
Pelajaran: Pahami tema, format, batas kata, dan gaya tulisan. Aturan adalah fondasi dari seluruh tulisan. Jika salah sejak awal, kualitas tulisan tidak akan menyelamatkanmu.
2. Temukan Cerita dan Angle yang Kuat
Sebuah feature yang kuat selalu bermula dari cerita yang baik. Bukan sekadar apa yang terjadi, tetapi bagaimana kamu melihatnya. Ini kunci penting untuk siswa dan jurnalistik pemula: cari sudut pandang yang unik, lalu gali sedalam mungkin.
Lakukan riset, wawancara, cek fakta, dan kumpulkan detail kecil yang memberi warna pada cerita. Detail seperti suara, aroma, kebiasaan tokoh, atau latar tempat dapat memperkuat narasi.
Contoh angle yang kuat:
Fakta: Seorang siswa SMP menari tarian daerah setiap minggu.
Angle biasa: Profil siswa yang suka menari.
Angle kuat: Bagaimana seorang siswa desa menjaga warisan budaya sendirian karena rekan sebayanya tidak lagi tertarik pada tari tradisional.
Contoh pengembangan detail:
Alih-alih menulis, “Ia sangat mencintai tari daerah,” tulislah:
“Setiap pukul lima pagi, sebelum berangkat sekolah, Nala mengulang gerakan Soka Mone di halaman rumahnya yang masih dipenuhi embun.”
Detail seperti ini menunjukkan kedalaman, bukan hanya memberi tahu.
3. Susun Struktur Cerita yang Mengalir
Feature yang baik harus tetap memiliki struktur yang jelas. Tulisanmu harus memandu pembaca dari satu momen ke momen lainnya tanpa tersendat. Struktur umum feature meliputi lead, jembatan, tubuh tulisan, dan penutup.
Contoh struktur yang tepat:
Lead:
“Di balik panggung bambu sederhana itu, seorang perempuan paruh baya sedang menata sampur merah dengan teliti, seolah sedang menyiapkan warisan terakhir yang harus dijaga.”
Lead seperti ini langsung mengundang rasa penasaran.
Jembatan:
Menjelaskan konteks singkat—siapa tokohnya, apa kegiatannya, dan mengapa ia penting untuk diangkat.
Tubuh tulisan:
Menguraikan cerita secara mendalam: proses, konflik, motivasi, tantangan, hingga perjalanan hidup tokoh.
Penutup:
“Bagi Bu Ratna, tari bukan sekadar gerak. Ia adalah cara untuk mengingat siapa kita. Dan selama masih ada satu murid yang ingin belajar, ia berjanji tak akan berhenti.”
Penutup seperti ini meninggalkan rasa hangat sekaligus pesan kuat bagi pembaca dan juri.
4. Gunakan Gaya Penulisan yang Hidup dan Informatif
Salah satu kekuatan feature adalah kemampuannya menciptakan pengalaman bagi pembaca. Di sinilah gaya penulisan berperan besar. Sebagai jurnalistik pemula, gunakan narasi visual, kuatkan karakter, dan pilih kata-kata yang membawa pembaca masuk ke dalam cerita.
Hindari kata sifat subjektif yang lemah seperti “baik”, “hebat”, “indah”. Gantilah dengan fakta konkret.
Contoh buruk:
“Bu Sari adalah guru yang sangat baik dan sabar.”
Contoh baik:
“Selama 18 tahun mengajar, Bu Sari belum pernah membentak muridnya. Bahkan ketika listrik padam dan kelas berantakan, ia tetap tersenyum sambil menggambar huruf di papan tulis dengan senter kecil.”
Perbedaannya jelas: fakta lebih kuat daripada opini.
5. Patuhi Etika Jurnalistik Tanpa Kompromi
Sekreatif apa pun tulisanmu, feature tetap harus memegang prinsip etika jurnalistik. Jangan memanipulasi fakta, jangan menambahkan detail fiktif, dan jangan mengabaikan privasi narasumber.
Jika narasumber tidak ingin menceritakan bagian tertentu dari hidupnya, hormati hal itu. Selain itu, gunakan foto atau video pendukung (jika diperbolehkan) untuk memperkaya cerita tanpa menaikkan dramatisasi berlebihan.
Contoh penerapan etika:
Jika narasumber berkata, “Saya dulu sering menangis karena gagal tampil,” jangan mengubah menjadi, “Ia sering dilempari ejekan hingga trauma berat.”
Perbedaan kecil ini bisa merusak integritas tulisanmu.
Menang lomba feature jurnalistik bukan soal kata-kata indah semata, tetapi soal kedalaman cerita, keakuratan fakta, dan kemampuan menghadirkan pengalaman bagi pembaca. Dengan memahami aturan, memilih angle kuat, menyusun struktur yang rapi, menggunakan gaya yang hidup, dan tetap berpegang pada etika, siswa dan jurnalistik pemula bisa menghasilkan tulisan yang tak hanya informatif, tetapi juga berkesan.